Pertemuan 12 FOH : Departmentalization


PERTEMUAN KE 12
Factory Overhead : Departementalization
A.   Konsep Dasar FOH
Biaya overhead pabrik (manufacturing overhead costs) adalah biaya produksi yang tidak masuk dalam biaya bahan baku maupun biaya tenaga kerja langsung. Apabila suatu perusahaan juga memiliki departemen-departemen lain selain departemen produksi maka semua biaya yang terjadi di departemen pembantu tersebut (termasuk biaya tenaga kerjanya) dikategorikan sebagai biaya overhead pabrik. Biaya overhead pabrik biasanya muncul dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk pemakaian bahan tambahan, biaya tenaga kerja tak langsung, pengawasan mesin produksi, pajak, asuransi, hingga fasilitas-fasilitas tambahan yang diperlukan dalam proses produksi.
B.   Actual FOH dan Applied FOH
        Actual Overhead mengacu pada biaya manufaktur tidak langsung yang sesungguhnya terjadi dan dicatat. Termasuk biaya listrik, air, sewa, pajak, supervisor produksi, penyusutan, perbaikan, dan lain lain.
Applied Overhead mengacu pada biaya manufaktur tidak langsung yang ditetapkan untuk barang manufaktur. Overhead pabrik biasanya digunakan, ditetapkan, atau dialokasikan mengggunakan prosentase biaya overhead yang terjadi pada tahun sebelumnya.
C.   Konsep Dasar Departementalization
·         Departementalisasi factory overhead bermakna memilah-milah pabrik menjadi beberapa departemen.
·         Departemen-departemen yang dibentuk mendapat alokasi factory overhead.
·         Hal ini membuat perhitungan biaya produksi menjadi lebih baik.
·         Selain itu, dapat meningkatkan pengendalian terhadap factory overhead cost.
·         Peningkatan kualitas perhitungan biaya produk dimungkinkan karena tiap-tiap departemen bisa menerapkan tarif factory overhead yang berbeda-beda.
·         Sebuah produk yang diproses di suatu departemen mendapatkan alokasi factory overhead dari departemen tersebut.
·         Dengan demikian suatu produk mendapat alokasi factory overhead sesuai dengan departemen yang dilalui.
·         Tiap-tiap departemen membebankan factory overhead sesuai dengan tarif masing-masing.
·         Lebih baik dalam perhitungan biaya produk daripada alokasi factory overhead dengan satu tarif dari pabrik.
·         Karena tidak semua jenis produk melalui tahapan yang sama dalam proses produksinya.
·         Ada produk yang melalui semua departemen, ada juga yang tidak melalui semua departemen yang ada di pabrik.
·         Apabila diterapkan satu tarif factory overhead, maka tarif tersebut terlalu tinggi untuk produk yang tidak diproses melalui semua departemen.
·         Departementalisasi memfasilitasi responsibility accounting dan pengendalian factory overhead cost karena cost menjadi tanggung jawab tiap-tiap manajer departemen.
·         Departementalisasi menuntut dibuatnya estimasi atau anggaran (budget) factory overhead cost tiap-tiap departemen sehingga evaluasi terhadap efisiensi factory overhead cost bisa dilakukan di departemen masing-masing.


D.      Direct Department Cost
Factory overhead cost meliputi seluruh biaya produksi yang tidak dapat ditelusuri secara spesifik ke suatu pekerjaan atau produk. Beberapa factory overhead cost dapat ditelusuri ke departemen tertentu. Biaya yang seperti ini disebut biaya departemen langsung (direct departmental cost). Sebagian besar direct departmental cost dapat diklasifikasikan menjadi (a) supervisi, indirect labor, dan lembur, (b) fringe benefit, (c) indirect material dan supplies, (d) reparasi dan pemeliharaan, dan (e) depresiasi dan sewa.
E.       Indirect Department Cost
Biaya departemen tidak langsung (indirect departmental cost) adalah biaya yang terpakai oleh beberapa departemen, tidak hanya oleh satu departemen. Biaya departemen tidak langsung meliputi biaya listrik, sewa dan depresiasi. Biaya departemen tidak langsung harus dialokasikan secara proporsional ke departemen-departemen yang mendapaf manfaat. Alokasi yang paling baik berdasarkan ukuran pemakaian biaya oleh departemen masing-masing. Apabila tidak memungkinkan untuk mengukur pemakaian biaya oleh tiap-tiap departemen, bisa menggunakan ukuran output. Alternatif berikutnya adalah menggunakan suatu ukuran yang mencerminkan pemakaian biaya oleh tiap-tiap departemen. Contoh basis alokasi biaya departemen tidak langsung:
Biaya departemen tidak langsung
Dasar alokasi
Sewa gedung
Luas lantai
Depresiasi gedung
Luas lantai
Asuransi kebakaran
Luas lantai
Pemeliharaan gedung
Luas lantai
Superintendence
Jumlah pegawai
Telepon
Jumlah pegawai atau jumlah telepon
Listrik (fixed portion)
Luas lantai

F.       Penghitungan Tarif FOH Departemen
Factory overhead biasanya dibebankan ke produk berdasarkan machine hours, direct labor hours, atau direct labor cost. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengalokasian factory overhead ke produk. Penetapan tarif overhead biasanya melalui tahapan sebagai berikut:


1. Menghitung perkiraan total overhead tiap departemen baik departemen produksi maupun departemen jasa pada tingkat aktivitas yang diharapkan dan memisahkan menjadi fixed cost dan variable cost.
2. Menyiapkan dasar alokasi untuk distribusi biaya departemen tidak langsung dan biaya departemen jasa.
3. Menghitung perkiraan total biaya departemen tidak langsung dan alokasikan ke departemen-departemen yang mendapat manfaat.
4. Mendistribusikan biaya departemen jasa ke departemen yang mendapat manfaat.
5. Menghitung tarif overhead departemen.

G. Alokasi FOH Departemen Jasa ke Departemen Produksi
Distrbusi biaya departemen jasa ke departemen produksi bisa menggunakan metode langsung (direct method), metode bertahap (step method), atau metode simultan (simultaneus method).


1. Metode langsung (direct method)
Biaya departemen jasa dialokasikan hanya ke departemen produksi. Metode ini sederhana, tetapi mengabaikan alokasi suatu departemen jasa ke departemen jasa lain. Dengan demikian metode tidak menghitung total cost departemen jasa dengan akurat. Metode ini dibenarkan apabila hasilnya tidak berbeda secara signifikan dengan metode lain.
Sebagai ilustrasi, PT Marko, suatu perusahaan manufaktur memiliki dua departemen produksi yaitu P1 dan P2. Di samping itu, terdapat pula dua departeman jasa yaitu J1 dan J2. Departemen jasa J1 memberi manfaat untuk J2, P1, dan P2. Adapun departemen jasa J2 memberi manfaat kepada J1, P1, dan P2. Data overhead cost tiap-tiap departemen sebelum alokasi biaya departemen jasa dan persentase alokasi manfaat yang diberikan oleh departemen jasa adalah sebagai berikut:


Keterangan:
Distribusi biaya departemen J1 ke P1 sebeser 50/80 x Rp34.400,00 = Rp21.500,00
Distribusi biaya departemen J1 ke P2 sebeser 30/80 x Rp34.400,00 = Rp12.900,00
Distribusi biaya departemen J2 ke P1 sebeser 60/80 x Rp20.000,00 = Rp15.000,00
Distribusi biaya departemen J2 ke P2 sebeser 20/80 x Rp20.000,00 = Rp5.000,00


2. Metode bertahap (step method).
Metode bertahap mengalokasikan biaya departemen jasa secara bertahap berdasarkan urutan tertentu yang sudah ditentukan. Oleh karena itu, metode ini juga dikenal sebagai sequential method. Tidak seperti pada metode langsung, pada metode bertahap departemen juga jasa mendapat alokasi biaya dari departemen jasa lain. Dengan demikian metode ini lebih baik daripada metode sebelumnya. Apabila biaya suatu departemen jasa sudah dialokasikan ke departemen lain, maka departemen jasa tersebut tidak akan diperhitungkan lagi pada tahap selanjutnya. Artinya departemen jasa tersebut sudah dianggap “selesai” dalam proses alokasi.
Pada metode ini urutan alokasi biaya departemen jasa sangat krusial, karena perbedaan urutan alokasi akan menghasilkan alokasi biaya yang berbeda. Salah satu penentuan urutan alokasi adalah dimulai dari departemen jasa yang yang paling banyak memberikan manfaat kepada departemen lain dan menerima paling sedikit manfaat dari departemen lain. Pendekatan lain adalah berdasarkan urutan nilai rupiah biaya departemen jasa.
Sebagai ilustrasi kita gunakan data PT Marko. Biaya departemen jasa dialokasikan menggunakan metode bertahap. Urutan alokasi departemen jasa berdasarkan urutan nilai biaya overhead awal. Dengan demikian, urutan alokasinya adalah pertama Departemen J1 dan selanjutnya Departemen J2. Berdasarkan aturan tersebut, distribusi biaya departemen jasa ke departemen produksi adalah sebagai berikut:


Meskipun sudah lebih baik daripada metode langsung, namun metode bertahap masih memiliki kekurangan. Pada ilustrasi di atas terlihat bahwa pemberian manfaat dari Departemen J2 ke Departemen J1 tidak diperhitungkan dalam alokasi biaya overhead departemen jasa. Jadi, kekurangan metode bertahap adalah tidak bisa memperhitungkan alokasi biaya antar departemen jasa secara timbal balik.


3. Metode simultan (simultaneous method).
Ketika departemen jasa saling memberikan manfaat ke departemen jasa yang lain, metode bertahap tidak dapat memperhitungkan secara keseluruhan hubungan tersebut dalam mengalokasi biaya departemen jasa. Kelemahan ini disempurnakan dengan metode simultan. Pada metode ini, semua hubungan timbal balik antar departemen jasa diperhitungkan dalam alokasi biasa departemen jasa. Metode ini menggunakan perhitungan Aljabar, oleh karena itu, metode ini juga disebut sebagai metode Aljabar.
Kembali kita gunakan data PT Marko. Dengan metode simultan total cost tiap departemen jasa dinyatakan sebagai berikut:


Komentar

  1. Terima kasih admin, sangat membantu

    BalasHapus
  2. Itu yang langsung per 80 delapan pulihnya dari mana

    BalasHapus
  3. Mau tanya itu 20.000, 12.000, 16.800 sama 5.600 dapat dari mana ya ??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa kasih tau secepatnya gak... Besok harus dikumpulkan tugasku yang sama kek gitu walapun beda angka

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertemuan 12 JIT dan Backflush Costing

Pertemuan 8 Cost of Quality and Accounting for Production Losses